Lamang Tapai: Cita Rasa Tradisional Semakin Digandrungi Gen-Z Minang

 

Source : https://images.app.goo.gl/hgwGyZqVmKVMErqc6

Halo Sobat Gen-Z, pasti sudah tidak asing lagi dengan kudapan manis yang satu ini, yakni Lamang Tapai. Makanan tradisional yang terbuat dari ketan pulen yang dibakar dalam bambu, lalu dipadukan dengan tapai hitam yang manis dan asam hasil fermentasi, kini tak hanya disajikan saat acara adat saja. Lamang Tapai sekarang menjadi trend yang digemari banyak orang, terutama anak muda di Minangkabau yang ingin tetap menjaga hubungan dengan budaya mereka.

Di tengah maraknya makanan modern dan fast food, Lamang Tapai justru tetap eksis sebagai simbol rasa dan sejarah. "Lamang itu bukan cuma makanan, tapi bagian dari identitas. Dulu cuma disantap saat baralek atau lebaran, sekarang bisa dinikmati kapan saja," ujar Rani, seorang mahasiswa asal Bukittinggi yang rutin membeli lamang tapai di Pasar Lereng.

Uniknya, beberapa pelaku UMKM kuliner di Sumatera Barat mulai berinovasi. Lamang Tapai disajikan dengan cara yang lebih modern, diberi toping keju, susu kental manis, bahkan cokelat. Meskipun tampilannya kekinian, rasanya tetap mempertahankan cita rasa aslinya. Dedi, pemilik kedai "Lamang Lamo" di Padang Panjang, mengatakan penjualannya meningkat pesat sejak ia mulai mempromosikan dagangannya lewat TikTok. "Anak muda sekarang suka yang estetik. Aku kemas lamang dalam box lucu, kasih label vintage Minang, alhamdulillah makin laku," katanya sambil tersenyum.

Selain rasanya yang unik, lamang tapai juga mulai dianggap sebagai simbol kebanggaan lokal. Banyak Gen-Z Minang yang mengunggah momen makan Lamang Tapai di media sosial, menunjukkan bahwa cinta tradisi bisa tetap stylish dan relevan.

Lewat lamang tapai, anak muda Minang seperti menemukan cara baru untuk terhubung dengan warisan budaya mereka. Makanan ini bukan hanya sekadar pengisi perut, tapi juga pengikat rasa dengan masa lalu yang penuh makna. Karena sesungguhnya, mencintai budaya bisa dimulai dari hal sederhana dari sepotong lamang yang dibalut daun pisang, dan setetes tapai yang manisnya membekas di lidah dan hati.



penulis: Aisyah Mardhiyyah

editor: Ferdyan, Brenda, Pretti, Muharni 

Previous Post Next Post