Halo Sobat Gen-Z! Siapa sangka, di tengah maraknya ramen Korea, spicy chicken franchise luar negeri, dan makanan viral lainnya, kuliner tradisional Minang bernama Anyang Kaliki malah curi perhatian? Makanan satu ini bukan cuma bikin keringat ngucur, tapi juga bikin Gen-Z Minang makin cinta sama warisan kuliner sehat dari tanah sendiri.
Anyang Kaliki adalah perpaduan lezat antara daging ayam kampung yang dimasak dengan bumbu kaliki khas — rempahnya wangi, pedasnya nendang, dan ada sensasi segar dari ulam-ulaman seperti daun pegagan. Tambah kelapa sangrai? Waduh, kombo gurih-pedas ini bisa bikin kamu lupa mantan!
“Sebagai makanan tradisional, Anyang Kaliki sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kuliner sehat. Bahan-bahannya alami dan mudah didapatkan di daerah Sumatra Barat, seperti daun pegagan yang memiliki manfaat antioksidan dan ayam kampung yang rendah lemak. Dengan sedikit inovasi dalam penyajian, makanan ini bisa diterima oleh generasi muda yang mulai sadar pentingnya makanan sehat,” ujar seorang mahasiswa Politeknik Negeri Padang, yang tidak ingin disebutkan namanya.
Yang bikin makin seru, sekarang banyak kedai kekinian yang menyulap Anyang Kaliki jadi menu hits. Salah satunya, kedai “Ulek Minang” di Padang, yang menyajikan Anyang Kaliki dalam mangkuk cantik ala rice bowl Korea, lengkap dengan kerupuk jangek dan sambal lado mudo. Estetik? Banget. Sehat? Jelas. Instagramable? Ya dong!
“Anak muda sekarang sukanya makanan yang bisa difoto dulu sebelum dimakan. Jadi kami kemas Anyang Kaliki dengan plating modern tanpa kehilangan rasanya yang otentik,” kata Jefri, pemilik kedai yang aktif promosi lewat Instagram dan TikTok.
Bahkan, tren kuliner ini sampai punya hashtag sendiri di medsos: #KalikiKembali. Gen-Z Minang ramai-ramai bikin konten first bite ala food vlogger, lengkap dengan caption semangat cinta budaya. Gaya boleh modern, tapi isi perut tetap lokal!
Di balik kelezatan dan tampilannya yang makin kece, Anyang Kaliki menyimpan pesan sederhana: makan enak bisa sehat, makan sehat bisa tetap lokal, dan mencintai budaya bisa dimulai dari piring makanmu sendiri. Karena kadang, cinta pada kampung halaman bisa datang dari sepiring lauk pedas, bukan cuma dari postingan pemandangan sawah.
Penulis: Hary Fachrul Rahman
Editor: Muharni Zain