Kopi Tatungkuik: Ngopi Terbalik ala Malalak yang lagi Hits

 

Kompasiana.com 

Halo Sobat Gen-Z! tau ga sih? ditepi jalan Unamed Road, Malalak Utara, Kecamatan Malalak, Kabupaten Agam, terdapat sebuah warung kecil yang akhir-akhir ini lagi ramai dikunjungi wisatawan terutama para anak muda, mereka mengabadikan momen dengan segelas kopi yang unik yaitu kopi yang disajikan di dalam gelas dengan posisi terbalik, diatas piring kecil (wadah) yang disebut dengan “Kopi Tatungkuik” fenomena yang lagi hits dikalangan anak muda.

Bukan hanya sekadar penyajian “Tatungkuik” atau “Terbalik” yang menjadi daya tarik utama, proses penyajiannya yang unik pun menjadi perhatian. “Gelas yang sudah berisi kopi dan diseduh air panas ditutup dengan piring kecil (wadah), lalu posisinya dibalik. Dalam posisi gelas terbalik ini kopi disajikan ke pembeli” ujar Yusral, pengelola warung kopi tatungkuik yang memperkenalkan cara ini sejak 3 tahun yang lalu.

Awalnya tradisi ini hanya dikenal dikalangan masyarakat sekitar. Namun, berkat media sosial dan daya tarik visualnya yang semakin bagus, Kopi Tatungkuik ini ini pun viral dan menjadi incaran para anak muda, wisatawan dan para konten kreator. “Kaya unik aja gitu, minum kopi berasa dapet tantangan harus hati-hati biar ga tumpah, seru juga bisa buat post di IG atau Tiktok sekalian nikmatin pemandangan alamnya” ujar Putri, seorang mahasiswa dari Bukittinggi yang sengaja pergi ke Malalak karena penasaran.

Tak hanya unik cara penyajian, Kopi Tatungkuik ini juga memilki rasa yang khas. Kopi yang digunakan adalah kopi lokal Agam yang ditanam di dataran tinggi dengan rasa yang identik kuat dan sedikit asam. Dengan ciri khas rasa inilah Kopi Tatungkuik ini cocok dinikmati perlahan sambal menikmati udara sejuk Malalak.

Kopi ini bukan hanya sekedar tentang minuman, tetapi juga pengalaman. Dari penyajian kopi yang unik dan rasa kopi yang menggigit, semuanya menyatu menjadi sebuah cerita yang ingin dibagikan. Di era konten visual yang mendominasi, Kopi Tatungkuik menjadi bukti bahwa tradisi lokal bisa tetap eksis dan relevan bahkan menjadi sebuah tren.



penulis: Eka Dhia Syafitri

editor: Ferdyan, Brenda, Pretti  

Previous Post Next Post