Sarikayo: Manisnya Tradisi Minang yang Tetap Bertahan di Tengah Zaman

 

source: Kompas.com

Halo, Sobat Gen-Z! Di tengah deretan makanan khas Minangkabau yang kaya rasa dan bumbu, ada satu sajian sederhana namun sarat makna yang masih dijaga oleh sebagian masyarakat: sarikayo. Sajian manis ini merupakan paduan telur, santan, dan gula aren yang dimasak perlahan hingga menghasilkan tekstur lembut menyerupai puding, dengan aroma khas pandan yang menggoda.

Sarikayo biasa disajikan sebagai makanan penutup, sering kali dipadukan dengan ketan putih kukus. Perpaduan ketan yang gurih dan sarikayo yang manis menciptakan harmoni rasa yang lembut di lidah. Di banyak rumah tradisional Minang, makanan ini masih menjadi suguhan istimewa di hari besar Islam atau acara adat.

Namun, sarikayo kini mulai langka ditemukan di warung atau rumah makan khas Minang, terutama di kota-kota besar. Generasi muda lebih akrab dengan makanan modern, sementara banyak orang tua yang enggan membuatnya karena proses memasaknya yang membutuhkan waktu dan ketelatenan.

Di Pasar Pusat Payakumbuh, seorang ibu berusia 47 tahun bernama Bu Leni Marlina setiap pagi sibuk menata dagangannya. Di antara aneka kue basah, sarikayo menjadi salah satu yang paling cepat habis dibeli pelanggan. “Dari dulu saya jual sarikayo, karena ini makanan yang mengingatkan banyak orang pada masa kecil mereka,” ujar Uni Leni sambil tersenyum. “Kalau hari Jumat atau menjelang Lebaran, bisa sampai ratusan porsi laku.”


Uni Leni belajar membuat sarikayo dari ibunya sejak remaja. Ia mengaku tetap mempertahankan cara tradisional: memasak di atas tungku api dengan panci besar, tanpa pengawet atau pemanis buatan. Menurutnya, kunci utama kelezatan sarikayo ada pada kualitas gula aren dan santan segar. “Sekarang banyak yang bikin pakai santan instan atau gula putih, tapi rasanya beda. Saya tetap pakai cara lama biar orang bisa rasakan rasa aslinya,” katanya.

Sarikayo yang Bu Leni buat bukan sekadar dagangan, melainkan bagian dari upaya mempertahankan identitas budaya. Setiap lapisan rasa di dalamnya membawa jejak sejarah dan di tengah denyut kehidupan kota kecil seperti Payakumbuh, sarikayo terus ada dan selalu penuh makna.



penulis: Innesia Anisa Faradila

editor: Muharni Zain

Previous Post Next Post