Padang, Sumatera Barat – Bayangkan aroma manis gula merah bercampur gurihnya santan, ditambah sentuhan pedas lada yang samar-samar. Itulah Kue Arai Pinang, atau sering kami sebut Lada Arai di kampung. Bukan cuma kue kering biasa, bagi kami di Minangkabau, ini adalah sepotong kenangan, warisan yang renyah di lidah dan hangat di hati.
Dari Dapur Nenek ke Meja Lebaran
Kue ini sudah ada entah sejak kapan, turun-temurun dari nenek buyut. Bentuknya yang pipih dan sedikit melebar ini katanya sih mirip irisan buah pinang. Ada juga yang bilang namanya diambil dari cara membuatnya yang "diarai" alias dijemur sampai kering sempurna. Apapun ceritanya, yang jelas Arai Pinang selalu hadir di momen-momen istimewa: Lebaran, acara adat, atau sekadar kumpul keluarga di sore hari.
"Wah, ini kue sudah dari zaman nenek-nenek saya dulu," kata Ibu Rosnita (60), sambil tersenyum hangat. Tangannya begitu lincah mengolah adonan di dapur rumahnya di Lubuk Begalung, Padang. "Biasanya kami bikin pas Lebaran, atau kalau ada acara kenduri. Rasanya itu lho, bikin kangen terus."
Rahasia di Balik Kesederhanaan
Arai Pinang itu ajaib, lho. Bahannya sederhana banget: tepung beras, gula merah, santan kelapa, terus sedikit lada hitam atau cabai giling buat kejutan pedasnya. Tapi rasanya? Juaranya! Ibu Rosnita bilang, kuncinya ada di adonan. "Harus pas kentalnya, enggak terlalu lembek, enggak juga kekerasan," jelasnya sambil menunjukkan adonan yang sudah kalis. "Terus pas goreng, apinya harus stabil. Biar matangnya rata dan renyahnya itu lho, pas!"
Setelah adonan siap, dengan cekatan Ibu Rosnita membentuknya pipih-pipih. Ada yang pakai cetakan khusus, ada juga yang cukup pakai tangan saja, membentuknya persis kayak irisan pinang. Lalu, masuklah mereka ke minyak panas, digoreng sampai kuning keemasan dan mengembang cantik. Kriuk!
Si Pedas yang Bikin Nagih: Lada Arai
Nah, kalau yang doyan pedas, wajib coba Lada Arai. Ini versi Arai Pinang yang bumbu ladanya lebih berani. Sensasi pedasnya itu unik, enggak cuma asal pedas, tapi pas banget menyeimbangkan manisnya gula merah dan gurihnya santan. Cocok banget buat teman ngeteh atau ngopi sore, apalagi kalau lagi hujan rintik-rintik.
Melestarikan Rasa, Merawat Cerita
Di zaman serba praktis ini, Arai Pinang tetap punya tempat di hati. Banyak anak muda sekarang mulai belajar bikin, biar resepnya enggak hilang begitu saja. Beberapa pengusaha UMKM lokal bahkan sudah berinovasi dengan kemasan modern dan jualan online, bikin Kue Arai Pinang bisa dinikmati orang di mana saja, bahkan di luar Sumatera Barat.
"Kami pengen Kue Arai Pinang ini enggak cuma terkenal di Padang aja, tapi se-Indonesia, kalau bisa ya sampai ke luar negeri!" seru Rina (28), seorang anak muda yang punya usaha Kue Arai Pinang dengan merek "Minang Rasa". "Ini bukan cuma soal kue, tapi juga soal identitas dan kebanggaan kami sebagai orang Minang."
Jadi, lain kali kalau ke Sumatera Barat, jangan lupa cari Kue Arai Pinang. Setiap gigitannya bukan cuma rasa manis gurih pedas, tapi juga sepotong cerita, sepotong warisan yang terus hidup dari dapur-dapur nenek kami.
Sudah pernah coba Kue Arai Pinang? Atau ada kue tradisional lain yang punya cerita menarik di daerahmu?
penulis: Yasmine Olinda Zahra
editor: Ferdyan Siregar